Wednesday, February 29, 2012

Ketika Batu Tulis Tak Lagi Meringis


Jalan ke Batu Tulis, sebelum dan sesudah dibangun
Batu Betulis adalah salah satu lingkungan yang ada di Kelurahan Muara Kulam. Kondisi jalan menuju ke Lingkungan Batu Tulis sebelum dibangun Jalan Rabat Beton PNPM MP ini berupa jalan tanah sepanjang 3 km yang apabila musim hujan kondisinya cukup licin dan berlumpur sehingga membahayakan pengendara sepeda motor.  Sebelum dibangunnya Rabat Beton PNPM MP ini masyarakat sudah berinisiatif dengan swadaya membuka dan pembersihan jalan. Upaya ini dilakukan untuk menunjukkan bahwa masyarakat di sini betul-betul serius dan membutuhkan jalan tersebut.
Jalur transportasi yang biasa digunakan adalah jalur sungai dengan menggunakan Ketek (Perahu kecil bermesin). Harga BBM yang terus melonjak menyulitkan mereka dalam berhubungan ke luar. Baik dalam hal membawa ke luar sumber daya alam yang ada di lingkungan ini maupun upaya masyarakat dalam memperoleh Sembako, sulitnya mengangkut bahan-bahan ini sehingga harganya pun ikut melonjak. Sungai Kulam, sebagai jalur transportasi sungai, kondisinya cukup memprihatinkan. Saat kemarau, sungai menjadi dangkal. Ini menyulitkan hubungan ke luar karena ketek akan sulit lewat karena nyangkut di batu. Kalau sungai terlalu besar pun akan kesulitan karena arusnya yang cukup deras. Beruntung masyarakat di sini sudah piawai dan terbiasa dengan kondisi alam seperti ini. Jalur sungai yang deras, batu-batuan yang banyak di dasar dan tengah sungai. Ketek-ketek kecil ini lincah menyelip di antara bebatuan yang menyembul di permukaan sungai. Arus yang deras, ketek yang terbawa arus setiap saat siap untuk menghantam batu-batu ini, bila si sopir ketek lengah atau kurang hati-hati. Orang yang sudah tua, anak-anak yang masih kecil, setiap saat sudah akrab dengan kondisi seperti ini. 
Beruntunglah usulan Kegiatan PNPM MP Tahun 2011 di Keluarahan Muara Kulam ini, Jalan Rabat Beton ke Batu Tulis dapat terdanai oleh PNPM MP, dengan dana Rp. 348.851.600.  Sehingga transportasi ke luar menjadi terbuka, murah, aman dan mudah.*)


Tuesday, January 10, 2012

Kecut


Kata-kata di lautan kalimat
Seribu istilah menjulang tinggi
tangan-tangan menggantung ke langit
Sedang kaki terangkat dari bumi
Bagi harapan sederhana,
ini begitu susah dicerna
Gambar-gambar hitam putih
Kadung  jadi kebenaran sejati
Lalu bahasa di muka kerajaan retorika ini
adalah bahasa tak berhuruf, tak berkata dan tak berkalimat
tak bersuara dengan tangan tak merengkuh,
rasa dengan nelongso
dan pepohonan bertumbuhan dimana-mana
dengan buah berasa kecut.


Wednesday, October 19, 2011

Menuju Malam Pertama


Kereta itu berhenti di depan rumahnya, menunggu dengan sabar. Bahkan di terik matahari tengah hari. Tidak sedikitpun dia bergeser dan menggerutu. Ia mempersilahkan segalanya ditunaikan. Dia tidak melarang ketika salam demi salam disampaikan oleh keluarga sang penumpang. Dia tidak marah ketika matahari semakin meninggi memanggangnya. “Silahkan jangan terburu-buru”, ucapnya pelan. Hingga setelah semuanya telah selesai sang penumpang pun masuk. Tiga sampai lima orang mengawalnya. Seperti anak panah yang terlepas dari busurnya, kereta itu melesat, tak mau dihalangi. Saat ini juga sang penumpang harus segera tiba ke tujuannya. Menuju malam pertamanya di sana. Malam yang bukan seperti malam yang lalu.  Malam yang begitu buta dalam gambarannya kecuali dari cerita dan buku-buku. Dan malam ini sang penumpang akan mengalaminya sendiri. Tak ada mempelai laki-laki atau perempuan yang menemani. Betul-betul sendiri. Bahkan tak ada yang mau diajak ke sana. Karena memang tiket diperuntukkan hanya untuk satu orang. Itulah tempat terkahir dari episode persinggahan anak manusia di dunia. Namun akhir kehidupan di dunia hanyalah sebuah awal dari perjalanan hidup kita sebenarnya. Untuk melanjutkan perjalannya menuju tempat berikutnya. Adakah bekal yang bermanfaat yang dibawa guna menemani kita dalam pelayaran nantinya ? Pelayaran yang panjang dan lama. Menyenangkan atau menderita, daftarnya ada di catatan yang sempat kita tulis ketika kita singgah di sebuah tempat yang bernama dunia. Tidak ada harta secuil pun yang kita bawa kecuali harta yang sempat kita sedekahkan. Tidak ada secarik ilmu yang bermanfaat kita bawa kecuali yang kita berikan ketika di dunia. Tidak ada satu pun anak kita yang mau ikut serta kecuali do’a yang pernah kita ajarkan kepadanya.

Pencuri Maling Pencuri

Kita selalu berusaha menghindar dari makhluk yang bernama pencuri. Sosoknya disegani sekaligus dijauhi karena kelakukannya yang akan merugikan khalayak ramai. Untuk mengusir dan berwaspada dari pencuri, kita rela begadang dengan cara meronda dengan siskamling. Pencuri bagai penyakit. Sekali tertangkap basah, langsung dihakimi massal. Bahkan ada yang sampai dibakar hidup-hidup. Padahal yang dicurinya hanya seekor ayam yang terkadang karena memang kepepet karena anak istrinya yang kelaparan di rumah. Demikianlah, pencuri. Tak ada orang yang menyenanginya.
But, tanpa disadari, kita setiap hari sedang memelihara pencuri di rumah kita. Kita memasukkannya di kamar anak-anak kita. Kita mendudukkannya di ruang tengah kita. Kita terkagum-kagum dengan keberadaanya. Tanpa kehadirannya terasa hampa. Kita secara sukarela pasrah dijarah setiap hari dan kita tak sanggup berbuat apa-apa. Pencuri satu ini layak musang berbulu domba. Pencuri ini bernama Mr. Television. Ya, TV. Apa yang kita takuti dari TV ? Tak ada. Karena seperti domba bulu-bulunya hanya memberikan kedamaian dan kenyamanan. Tanpa disadari, di dalamnya ada serigala yang telah mencuri waktu-waktu berharga kita. Acara demi acara tak mampu kita memfiletrnya, semuanya menggoda dan dianggap penting. Berapa lama kita dan anak-anak kita dihanyutkan oleh pencuri waktu satu ini. TV memang bermanfaat. Dengan kotak ajaib ini kita mengetahui apa yang terjadi di belahan dunia lain. Tapi ketika kita tidak bisa memfilternya, TV menjadi merugikan. Harus ada kiat-kiat untuk bersahabat dengan TV agar ia menjadi domba betulan dan bukan jadi serigala. Jadi kalau ada pencuri yang maling televisi, pencuri maling pencuri lah namanya. Selaras dengan judulnya lagu Bang Iwan Fals, maling teriak maling. Lalu bagaimana kiat-kiat agar TV tidak menjadi pencuri alias maling? Inilah peer kita. Silahkan sharing di sini.

Friday, September 9, 2011

Batu Betulis

Sungai Kulam yang melintas di Lingkungan Batu Betulis, terlihat bening walau dalam keadaan surut. Sungai ini digunakan masyarakat sebagai jalur transportasi dengan menggunakan perahu.

Salah satu ruas jalan ke arah Batu Betulis, pada saat musim hujan akan membuat jalan menjadi licin yang akan membahayakan pemanfaat jalan ini.
Batu Betulis adalah salah satu lingkungan yang ada di Kelurahan Muara Kulam. Menuju ke Lingkungan ini, harus melewati jalan tanah sepanjanga 3 km. Ada tiga belas jembatan kayu yang menghubungkan jalan karena dipisahkan tujuh anak sungai dan enam saluran dari persawahan.

Saturday, August 27, 2011

Ayahmu padamu

Ketika suatu malam sudah di puncaknya dan aku belum mau tertidur aku menatap dua pasang mata terlelap tenggelam dalam warna warni mimpi. Tiba-tiba aku tergelitik untuk mengetik kembali kata kata ini. Mudah-mudahan suatu saat kau bisa membacanya. Sebenarnya ini pernah kutulis dalam sebuah file word yang panjang lebar dan rinci. Disimpan di my document directory C, ketika ada virus yang kejam terpaksa diinstall dan hilanglah catatan itu. 
Ketika itu usia kandungan ibumu sudah memasuki usia persalinan. Ayah mengantar ibumu bersama yang lain ke rumah sakit. Melalui perjuangan yang teramat sulit. Akhirnya ayah mulai melihat, kepalamu mulai nongol, lalu tangan, badan dan kakimu. “Perempuan..” Yah kau si gadis kecil menjadi pelengkap hidup ayah dan ibumu. Aku membacakan iqomat di telinga kirimu. Memberikan sebuah nama sederhana, Nada. Kuberharap kau menjadi embun, penyejuk mata ayah dan ibu, agama juga bangsa. Setahun lebih kemudian, Si adikmu kembali nongol. Menjadi pelengkap keluarga kecil kita. Aku bacakan adzan di telinga kirinya eh salah, seharusnya yang kanan. Saking groginya ayah sempat salah. Lalu memberinya nama yang simpel, Afif. Ayah berharap dia menjadi laki-laki yang bisa menjaga diri, keluarga, agama juga bangsa.Dapat dibayangkan betapa ayah begitu bangga pada anak-anakku yang cantik dan ganteng ini.  Senyum kalian seperti cahaya rembulan dan matahari. Bahkan tangisan kalian pun seperti halilintar akan menjadi indah saja.
Usiamu saat ini tiga tahun lebih dan adikmu satu tahun lebih. Nanti katika zaman berubah dan aku, orangtuamu, tak lagi di dekatmu., mendampingimu karena telah pergi  jauh terpisah sendirian dan menunggu dengan penuh pengharapan terhadap doa-doamu berisi pengharapan kebaikan  kepada Allah Azza wa Jalla tentang nasib orangtuamu di terminal alam penantian. Pertama-tama, maafkanlah  orangtuamu ini yang mungkin telah mendidikmu dengan serba kekurangan dan kelalaian. Maafkanlah mungkin bila ayah telah lalai memperkenal Allah SWT  kepadamu, lalal dalam memberi contoh dengan keteladanan, lupa minta maaf dan berterimaksih, bahkan lalai untuk mendengar permasalahanmu. Maafkan bila hak-hakmu dalam mendapatkan nama yang baik,  pendidikan  yang lebih baik, dan untuk menikahkanmu, yang mungkin tidak sesuai dengan harapanmu.Yang ayahmu lakukan sampai saat ayah menulis ini adalah selalu berusaha membesarkan hatimu. Berusaha memberimu motivasi, dorongan. Sesekali memperkenalkan kosakata dan konsep. Mendampingimu, berusaha membelikan baju dan celana baru. Berusaha untuk bersabar bersamamu, berusaha untuk tidak membentak atau memukulmu. Berusaha untuk tidak menyakiti hatimu.