Tuesday, June 1, 2010

Berakit-rakit ? Itu Dulu...


Berakit-rakit Ke Hulu Berenang Ke Tepian
Bekerjalah Dahulu
Berjuanglah Dahulu
Baru Kemudian Bersenang-senang

Begitulah sepenggal lagu Bang Haji yang populer di era tujuhpuluhan. Sebuah pepatah lama yang memiliki makna cukup dalam bahwa segala yang kita inginkan harus dilewati dengan perjuangan.
Tapi di desa Kuto Tanjung Kecamatan Ulu Rawas Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan, pepatah ini bukan hanya kiasan. Sejak desa ini ada, berakit-rakit adalah kosa kata yang akrab ditelinga dengan arti yang sebenarnya. Ya, rakit adalah alat transportasi penting di desa ini. Tempat perkampungan dan tempat tinggal penduduk desa Kuto Tanjung mayoritas ada di seberang desa, dipisahkan oleh sungai Rawas yang mengalir selebar 80 meter. Untuk melewati sungai ini rakit adalah salah satu alternatif alat penyeberangan selain perahu. Kelebihan rakit untuk penyeberangan ini dibanding perahu misalnya, rakit bisa membawa barang-barang berat, penumpangnya banyak, tidak membutuhkan bahan bakar. Tapi bagimana pun, alat transportasi tradisional satu ini tetap saja menyulitkan akses penduduk Kuto Tanjung ke luar desa. Penduduk jadi malas keluar desa, informasi dari luar jadi tertutup, sementara masyarakat di luar desa Kuto Tanjung menjadi malas untuk berkunjung ke desa ini. Padahal desa Kuto Tanjung ini memiliki panorama alam yang cukup indah sebagai tempat rekreasi. Setiap lebaran, desa ini selalu ramai dikunjungi warga masyarakat sekitar.
Tapi sejak ada Program PNPM Mandiri Perdesaan di desa ini, kesulitan penduduk desa Kuto Tanjung dan sekitarnya ini menjadi sirna. Mimpi yang lama terpendam untuk memiliki jembatan gantung yang membentang di atas Sungai Rawas ini menjadi kenyataan. Pada Musyawarah Desa Perencanaan di Desa Kuto Tanjung, masyarakat Kuto Tanjung secara aklamasi sepakat untuk membangun jembatan gantung. Ketakutan-ketakutan yang selama ini menghantui seperti kalau ada jembatan gantung maka pencurian akan merajalela karena mudahnya transportasi menyebrang ke perkampungan sedikit demi sedikit disingkirkan karena justru akan banyaknya keuntungan yang didapat bila ada jembatan gantung ini. Dengan dana Rp. 282.252.700,- (sudah termasuk operasional 5%) dibangunlah jembatan gantung dengan volume 81 meter x 1,5 meter.
Kini jembatan gantung ini sudah dimanfaatkan oleh penduduk desa Kuto Tanjung dan sekitarnya. Kendaraan roda dua yang dulu menjadi barang yang langkah, kini sudah mulai berseliweran menjadi alat transportasi yang memudahkan aktifitas mereka karena jalannya lancar berkat ada jembatan gantung. Anak-anak yang dulunya bermain hanya di dalam perkampungan, kini bisa menyeberang sungai dengan bebas dan bermain di tempat yang baru di tanah yang lebih lapang. Para pejabat yang mau mengetahui apa permasalahan yang dirasakan penduduk desa Kuto Tanjung menjadi tidak kesulitan lagi untuk berkunjung.
Pendeknya, masyarakat Kuto Tanjung setidaknya sudah bisa berucap, "Berakit-rakit ? Itu dulu.... Sekarang sudah ada jembatan.."