Lirik Uje - Pergi Haji
Labbaikallahumma labbaik Labbaikala syarikalaka labbaik Innal hamda Wanni’mata Laka wal mulk La syarikalak Innal hamda Wanni’mata Laka wal mulk La syarikalak pergi haji ke tanah suci memenuhi panggilan ilahi bersihkan diri sucikan hati menghadap allah robbul izzati tinggalkan negri ke tanah suci tuk bersyukur dirumahmu rabbi Labbaikallahumma labbaik Labbaikala syarikalaka labbaik Innal hamda Wanni’mata Laka wal mulk La syarikalak Innal hamda Wanni’mata Laka wal mulk La syarikalak kota makkah almukarromah disanalah terletak ka'bah memulai mitlak dari jarona memakai ihram membaca talbiyah tak terasa menetes air mata melihat keagungan allah taala Labbaikallahumma labbaik Labbaikala syarikalaka labbaik Innal hamda Wanni’mata Laka wal mulk La syarikalak Innal hamda Wanni’mata Laka wal mulk La syarikalak 2X kota madinah almunawarrah tujuan jamaah haji dan umroh duduk bersimpuh dalam rhoudoh hati merindu jumpa rosulullah ingat perjuangan nabiyulloh nabi muhammad kekasih allah Labbaikallahumma labbaik Labbaikala syarikalaka labbaik Innal hamda Wanni’mata Laka wal mulk La syarikalak Innal hamda Wanni’mata Laka wal mulk La syarikalak pergi haji ke tanah suci memenuhi panggilan ilahi bersihkan diri sucikan hati menghadap allah robbul izzati tinggalkan negri ke tanah suci tuk bersimpuh dirumahmu robbi rahmat allah yang berlimpah pulang dengan hati bahagia
Lirik Lagu Rafly – Lagu Ibu (feat. Chantiq) [OST Hafalan Shalat Delisa]
Lembut ku kenang kasihmu ibu
Di dalam hati ku ingin menanggung rindu
Engkau tabur kasih seumur masa
Bergetar syahdu oh di dalam nadiku
Sembilan bulan ku dalam rahimmu
Bersusah payah oh ibu jaga diriku
Sakit dan lemah tak kau hiraukan
Demi diriku oh ibu buah hatimu
Tiada ku mampu membalas jasamu
Hanyalah doa oh di setiap waktu
Oh ibu tak henti ku harapkan doamu
Oh ibu tak henti ku harapkan doamu
Mengalir di setiap nafasku
Mengalir di setiap nafasku
Oh ibu, ibu, ibu
Lembut ku kenang kasihmu ibu
Di dalam hati ku ingin menanggung rindu
Engkau tabur kasih seumur masa
Bergetar syahdu oh di dalam nadiku
Indah bercanda denganmu ibu
Di dalam hatiku kini selalu merindu
Sakit dan lelah tak kau hiraukan
Demi diriku oh ibu buah hatimu
Tiada ku mampu membalas jasamu
Hanyalah doa oh di setiap waktu
Oh ibu tak henti ku harapkan doamu
Oh ibu tak henti ku harapkan doamu
Mengalir di setiap nafasku
Mengalir di setiap nafasku
Oh ibu, ibu, ibu
Allahummaghfirlii waliwaa lidayya
Warhamhumaa kamaa rabbayaanii shaghiiraa
Lembut ku kenang kasihmu ibu
Muhasabah Cinta
Edcoustic
Wahai pemilik nyawaku
Betapa lemahnya diriku ini
Berat ujian dariMu
Kupasrahkan semua padaMu
Tuhan baru kusadar
Indah nikmat sehat itu
Tak pandai aku bersyukur
Kini kuharapkan cintaMu
Kata-kata [[cinta]] terucap indah
Mengalir berdzikir di kidung doaku
Sakit yang kurasa biar jadi penawar dosaku
Butir-butir cinta air mataku
Teringat semua yang kau beri untukku
Ampuni khilaf dan salah, selama ini ya Illahi
Muhasabah cintaku
Sandal Tuk Samad
Aku baru saja mau masuk ke dalam masjid, Tuk Samad marbot masjid ini, terlihat mengayunkan pemukul bedug. Berkali-kali memukulkannya ke kentongan di bawah bedug lalu kemudian mengalihkannya ke kulit sapi yang dipasang di sebuah drum bekas dalam bentuk bedug ini. Mataku tertarik kepada sepasang sandal jepit di muka pintu, sepertinya baru dibeli. Ada tanda di permukaannya, enam buah bulatan yang dibuat dengan besi panas. Ketika selesai shalat, sandal itu dipakai oleh Tuk Samad. Sandal Tuk Samad, rupanya.
“Ai Tuk, sandalnya keren. Ada tanda-tandanya,” Komentarku
“Iya sengaja dikasih tanda, ada enam buah bulatan. Artinya sudah enam pasang sandal Tuk Samad yang hilang di masjid ini,” Jelas Tuk Samad sambil menutup pintu masjid.
Aku pun hanya bisa geleng-geleng kepala. Aku dapat merasakan suasana batin Tuk Samad. Setidaknya ada beberapa kali saya juga mengalami hal yang sama. Mulai dari sandal jepit sampai sepatu yang pernah lenyap ditelan bumi di muka masjid. Di muka masjid aku hanya bisa masygul. Mau mengadu kepada siapa ? Kepada marbot masjid ? Tentu bukan bagian dari tupoksi marbot mengawasi sandal jamaah masjid. Jadi ya terpaksa merelakannya, pulang nyeker sambil berusaha menghitung-hitung dosa apa yang pernah dibuat, mudah-mudahan menjadi manfaat di kaki yang mengambil sandal tersebut.
Nasib yang kurang lebih sama juga menimpa salah seorang anggota Polisi di Palu Selatan. Sepasang sandalnya hilang. Sang Polisi pun melaporkannya si pencuri ke polisi yang kemudian meneruskannya ke meja hakim oleh hakim si pencuri diancam pidana penjara lima tahun. Lalu kita jadi bertanya-tanya mengapa kejadian seperti ini selalu saja terjadi. Pencurian remeh temeh seperti ini, sampai melibatkan hakim. Tidak bisa dibayangkan lucunya kalau sampai dipenjara lima tahun hanya gara-gara mencuri sepasang sandal. Apakah hanya dengan alasan wajib menindaklanjuti setiap laporan pidana dari masyarakat, kemudian mengenyampingkan faktor kesesuaian dengan akal sehat dan hati nurani. Kalau seperti ini, di masa depan jabatan polisi dan hakim seharusnya tidak dipegang oleh manusia tapi baiknya disandang oleh robot yang bisa bekerja mekanis, pasti, tidak meleset, pintar, efisien, tidak dibayar dan tidak berkeluarga serta tidak punya akal dan hati nurani. *)
Sandal Tuk Samad
Aku baru saja mau masuk ke dalam masjid, Tuk Samad marbot masjid ini, terlihat mengayunkan pemukul bedug. Berkali-kali memukulkannya ke kentongan di bawah bedug lalu kemudian mengalihkannya ke kulit sapi yang dipasang di sebuah drum bekas dalam bentuk bedug ini. Mataku tertarik kepada sepasang sandal jepit di muka pintu, sepertinya baru dibeli. Ada tanda di permukaannya, enam buah bulatan yang dibuat dengan besi panas. Ketika selesai shalat, sandal itu dipakai oleh Tuk Samad. Sandal Tuk Samad, rupanya.
“Ai Tuk, sandalnya keren. Ada tanda-tandanya,” Komentarku
“Iya sengaja dikasih tanda, ada enam buah bulatan. Artinya sudah enam pasang sandal Tuk Samad yang hilang di masjid ini,” Jelas Tuk Samad sambil menutup pintu masjid.
Aku pun hanya bisa geleng-geleng kepala. Aku dapat merasakan suasana batin Tuk Samad. Setidaknya ada beberapa kali saya juga mengalami hal yang sama. Mulai dari sandal jepit sampai sepatu yang pernah lenyap ditelan bumi di muka masjid. Di muka masjid aku hanya bisa masygul. Mau mengadu kepada siapa ? Kepada marbot masjid ? Tentu bukan bagian dari tupoksi marbot mengawasi sandal jamaah masjid. Jadi ya terpaksa merelakannya, pulang nyeker sambil berusaha menghitung-hitung dosa apa yang pernah dibuat, mudah-mudahan menjadi manfaat di kaki yang mengambil sandal tersebut.
Nasib yang kurang lebih sama juga menimpa salah seorang anggota Polisi di Palu Selatan. Sepasang sandalnya hilang. Sang Polisi pun melaporkannya si pencuri ke polisi yang kemudian meneruskannya ke meja hakim oleh hakim si pencuri diancam pidana penjara lima tahun. Lalu kita jadi bertanya-tanya mengapa kejadian seperti ini selalu saja terjadi. Pencurian remeh temeh seperti ini, sampai melibatkan hakim. Tidak bisa dibayangkan lucunya kalau sampai dipenjara lima tahun hanya gara-gara mencuri sepasang sandal. Apakah hanya dengan alasan wajib menindaklanjuti setiap laporan pidana dari masyarakat, kemudian mengenyampingkan faktor kesesuaian dengan akal sehat dan hati nurani. Kalau seperti ini, di masa depan jabatan polisi dan hakim seharusnya tidak dipegang oleh manusia tapi baiknya disandang oleh robot yang bisa bekerja mekanis, pasti, tidak meleset, pintar, efisien, tidak dibayar dan tidak berkeluarga serta tidak punya akal dan hati nurani. *)