Teman Sepuh
Langkah
tapak sepuh
limbung
di jalan berbatu
Di
kening mengucur peluh
Berjalan
menuju rumahMu
Di garis
wajah
Keriput
terlihat jelas
Begitu
tabah
Senyum
ikhlas
Tak ada
sakit hati
Tak ada
iri dengki
Tak ada
tersinggung
Tak ada
dada membusung
Sudah
kenyang
Dalam
kemiskinan
Sudah
tak dikenang
Banyak penderitaan
Tak
berhenti kau ayunkan langkah
Menuju
rumahNya
Dimana
harapan nyata
Bukan
di rumah-rumah manusia
Sampai
sakit menghentikanmu
Kini
engkau terbujur kaku
Dulu
langkah-langkahmu tertatih ke masjid yang dituju
Kini
kami yang tertatih memikul kerandamu
Saatnya
engkau temui penciptaMu
Yang
menciptakan segala skenario hidupmu
Semoga
engkau ditempatkan disisiNya
Pada
tempat yang paling mulia
Selamat
jalan teman sepuh kami…
31 Jauari 2017
Tegar
Air mataku sudah tumpah ruah
Menangis dalam kesedihan medalam
Mungkin tak tersisa lagi
ketika timbunan terakhir menimbun pusaramu
Ayah
Kini aku tegar
Tak larut dalam sedih
Sebab demikian karang ditempa laut
Tak pernah ia bergeming
Karena ia karang
Bukan pohon tumbang
Mungkin engkau bisa menatapku
Aku tersenyum Ayah
Bahkan aku sangat bergairah dalam hidupku
Sebab ada banyak petuahmu yang pernah
kudengar
Mejadi tanaman subur di kepalaku
Dan aku akan merawatnya satu per satu
Mungkin aku berbeda denganmu Ayah
Aku tak bisa sama denganmu walau betapa
inginnya engkau
Tapi aku bukan ayah
Aku anakmu yang memiliki harapan sendiri
Mengarungi kehidupan dengan caraku sendiri
Dengan namamu terpahat di jiwaku Ayah
Bersama do’a-do’a yang kupanjatkan
Setiap saat
Kupintakan rahmatNya selalu meliputi
15/1/2017
Pertemuan
Pada apa kita selalu lengah
Cinta murni sebagai anugerah
Sebagai insan yang diberi
amanah
hidup di dunia sebagai
khalifah
Lihatlah pada alam ini
Bahkan ada pada diri sendiri
Cukup sebagai bukti
Keberadaan Ilahi yang
diyakini
Ketika tampak cahayaMu
Menjadi semacam rindu
Saat nanti bertemu
Tempatkan kami dalam cintaMu
Hidup di dunia sekian lama
Belum juga terasa sempurna
Berupa bakti sebagai tanda
Amal ibadah yang berguna
Hanya doa meliputi segala
Semoga diselamatkan di dunia
Diselamatkan juga di akhirat
Dan terjauh dari laknat
24
Sptember 2016
Pakaian
Sebab disebut sebagai insan
Sifat malu masih dikenakkan
Menjadi ciri di tengah
manusia
Dengan berpakaian sifat taqwa
Perilaku rendah hati
Berkata tidak tinggi
Yang tinggi tidak dipuji
Yang rendah tidak dicaci
Cukup dengan pemberian
Kebutuhan cuma yang
diperlukan
Kelebihan disedekahkan
Kekurangan ridha dikedepankan
Terhadap apa yang di tangan
Penuh selidik dari mana
datang
Tidak segala dimakan dan
dikenakkan
Jaga diri dari yang syak
meragukan
Karena bagi yang memakai
Sadar segala telah ditentukan
Dari Yang Maha Mengetahui
Apa saja yang manusia lakukan
4 September 2016 12:38
Daun daun di pohon randu
Di ranting sekian waktu
Jatuh ke bumi satu demi satu
Terlepas turun dahulu
mendahulu
Helai helai di dahan lentur
Dihembus angin bergugur
Dipungut dan dikubur
Tak berbatas umur
Kita yang tumbuh di dahan dahan bumi
Tergantung kepada batas umur dan rezeki
Ditiup angin bersiram hujan bercahaya
matahari
Adalah daun daun yang sedang
menunggu mati
Daur hidup ketika berputar
Tak dapat menghindar
Membuat kita tersadar
Bahwa ada Yang Maha Besar
Palembang,
18 September 2016
11:39
Perjalanan
Datang memenuhi panggilanMu
Walau jauh tetap ditempuh
Tinggalkan rumah juga keluarga
Untuk perjalanan menuju ridhaMu juga
Tempat-tempat penuh berkah
Dimana para nabi pernah ada
Menyebarkan risalah dan dakwah
Gemanya sampai ke seluruh dunia
Ada Ka’bah bangunan bersejarah
Simbol tauhid umat dalam beribadah
Bukan bendanya yang dipuja sebab
melainkan sebagai tempat yang mustajab
Semua orang beriman sudah dipanggil
Namun tidak semua dapat mengambil
Semua tergantung kuasaNya saja
Ya Qowwiyu mampukan kami datang ke sana
Palembang 20 Agustus 2016
1:51
TitipanMu
Suara jangkrik berderik,
Pungguk menyahut rembulan,
Dedaunan gemerisik,
Kumerebah di peraduan
Wajahmu tak puas kutatap,
Membuat aku tak bisa terkelap,
Tingkah polamu selalu hinggap
Bermain difikiranku tak senyap
Saat malam yang berlalu kian gelap,
Engkau begitu polos saat terlelap,
Menyimpan hari-hari penuh cerita,
Semnetara mata hatiku terkadang buta,
Ya Rabb,
Kuatkan aku hingga dapat menjaga,
Mengurai teka teki di catatanMu,
Mengenalkan segala yang ada,
Menjadi amal ketika kutelah menghadapMu
Sabtu, 11 Juni 2016 01:06
CintaMu
Kenapa
selalu kuabaikan cintaMu ?
Sehingga
hatiku menjadi beku
Terperangkap
di lingkaran gelap
Di waktu
yang berjalan senyap
SeruanMu
menelusup dalam kalbu
Sebentuk
gerimis didadaku
Kutemukan
cintaMu
Engkau ajarkan segalanya sebagai pandu
Menjadi hidup ada yang dituju
Mengusir ragu diantara rayu
Ketika hidup sampai disini
Kuingin cintaMu selalu meliputi
Hingga dapat berjumpa denganMu nanti
Tetap Melangkah
Kutetap menapak,
Pada tapak yang sama,
Walau banyak sudah berbeda,
Waktu begitu cepat bergerak
Kemana sungai dahulu yang jernih,
Ketika lelah dapat kuteguk melepas
dahaga,
Bening airnya tinggal cerita,
Kini pesing, sampah dan kemih
Pagi ini aku tetap melangkahkan kaki
Seperti jutaan pagi-pagi yang telah
kulewati
Ketika matahari bersinar di pagi hari,
Cahayanya memantul di sela pepohonan
tinggi,
Kini,
Sederetan gedung-gedung menjulang
Jadi pemandangan di zaman ini
Mal, supermarket di kota dagang
Konon untuk kesejahteraan bagi rakyat
negeri
Tapi bukan bagi si orang kecil seperti
aku
Berniaga dengan cara-cara yang lama
Menanam, merawat dan memanennya
menggendong di pundak menjualnya hingga
laku
: Sebentuk pengkhianatan yang tak
membuatku cemburu
Hanya matahari setia cahayanya
Hingga aku dapat melangkah di dunia
Menapak tak jemu
Mencari cahayaMu
Jumat, 10 Juni 2016
Ramadhan Pergi
Seperti
baru kemarin kita bertemu
Ketika
kami sambut kedatanganmu
Memeluk
erat layaknya menghormati tamu
Karena
sekian lama menahan rindu
Wajah-wajah
gembira
Malam-malam
jadi ceria
Anak
anak dan remaja
Orang
tua ke masjid tumpah ruah
Saat
hari-hari ganjaran berlipat ganda
Menahan
nafsu lapar dan dahaga
Bukan
hanya berharap pahala
Tapi
juga sebagai insan bertaqwa
Engkaulah
tamu yang tak ingkar janji
Walau
tahun-tahun selalu berganti
Engkau
datang selalu menepati
Tak
seperti umur kami yang tak pasti
Umur
kami dalam genggamanMu
Besok
pun bisa jadi kita tak lagi bertemu
Kalau
ada do’a disaat kepergianmu yang harus dipanjatkan
Ya
Robb pertemukanlah kami dengan ramadhan di tahun depan
Sebulan
kita dapat menahan
Dari
segala yang bisa membatalkan
Bahkan
dari yang dihalalkan
Lalu
bagaiamana dengan sebelas bulan ke depan ?
Bila
sudah jadi kebiasaan
Segalanya
yang berat menjadi ringan
Yang
susah akan dimudahkan
Menahan
nafsu dari segala godaan
Dan
Setiap
awal akan ada akhir
Setiap
pertemuan akan ada perpisahan
Ketika
malam-malam berkumandang tahmid takbir
Maka
itulah kumandang akhir Ramadhan
Ramadhan
pergi
Tapi
akan kembali
Semangatnya
di dada
Semoga
selalu ada
Pantun Nasihat
Inilah kisah dalam
Alquran
Ketika manusia
banyak berbuat dosa
Segala
perintah selalu ditinggalkan
Di dalam
kubur akan disiksa
Wahai jiwa pelihara dirimu
Dari siksa kubur berlipat ganda
Tak ada bisa membantu
Kecuali amal sebagai penjaga
Inginkah tahu amalan ?
Terhindar azab kubur yang memberatkan
Yakni amalan yang teramat ringan
Ialah Baca al Mulk dalam Alquran
Sifat
orang bertaqwa
Sayyidina Ali pernah berkata
Bagi yang memiliki beberapa sifat-sifat
Dapat disebut orang bertaqwa
Yakni bila ada yang empat
Takut kepada Allah yang
pertama
Mengamalkan perintah Allah
dalam Alquran dan hadits yang kedua
Ridla dengan pemberian Allah Walau
sedikit yang ketiga
Siap sedia hari kematian yang berikutnya
Kaum Papa
Ukuran
dunia adalah harta
Berupa rumah,
uang dan kendaraan yang ada
Ketika
tidak punya apa-apa
Itulah disebut
sebagai kaum papa
Hidup
dipinggir
Selalu
tersingkir
Senantiasa
diabaikan
Tidak
diperhitungkan
Wajahnya
mudah diterka
Jarang
ada disapu lipstik
Pakainnya
selalu antik
Polos dan
Bersahaja
Tapi,
Miskin
bukan ketika kurang harta
Kesana-kesini
meminta-minta
Memelas
mohon belas kasih
Mengaku
sebagai orang tersisih
Miskin
adalah ketika tak punya harta
Berpantang
meminta sedekah
Tangannya
tidak tengadah
Miskin baginya
rahasia
Rahasia
miskin jadi misteri
Bahkan
menjadi pilihan Nabi
ketika
hidup maupun wafat
Karena harta
bisa jadi sumber mudlarat
Tapi bagi
yang berlebih harta
Hatinya
peka kepada yang papa
Memberi
bukan karena diminta
Keluarkan
harta tuk mencintai-Nya
19 Juni
2016 12:59
Ingin Kucium Telapak Kakimu
Syurga di
bawah telapak kakimu
Walau seribu
daftar kebaikan
Tak dapat
mengalahkan peranmu
Dari
kandungan hingga ke kuburan
Tak ada satu
kebaikan yang ada di bukuku
Tanpa
didahului kebaikan ibu
Tak ada
perbuatan baik bersamaku
Kecuali
engkaulah yang telah lakukan terlebih
dahulu
Tak ada aku
sebelum engkau dahulu yang ada
Hingga
diriku tidak lebih baik bahkan dari telapak kakimu
Lalu
kebaikan mana yang dapat menandinginya ?
Tak ada,
bahkan tak sebanding dengan anggota tubuh terendahmu
Lalu perbuatan
baik apakah yang dapat dikerjakan ?
Untuk dapat
memuliakan seorang ibu
Yang dapat membayar
kebaikan yang telah kau lakukan
Bahkan akan
kulakkuan bila harus mencium telapak kakimu
5 Juli 2016
12:33
Umak
Walau kadang
jauh engkau begitu dekat
Waktu-waktu
bersama menjadi pengikat
Dari rahimmu
ku terlahir
Namamu dalam
hati kuukir
Bersamamu
cerita ditulis
Di hari-hari
antara tawa dan tangis
Kau jaga
dalam kasih
Sayangmu
tiada pamrih
Tak dapat kumembalas
dengan harta walau seisi dunia
Hanya do’a
dan hormatku menjadi bukti bakti semata
Seperti
karang kau teramat tegar
Melangkah,
berbuat dengan sabar
Untuk anakmu
kau tak pernah menyerah
Apa saja kau
lakukan agar anakmu bahagia
Tak dapat
aku lupakan, namamu kuukir di hati : Umak
13 Juni 2016
12.18 WIB
Ceritamu
ketika kau mulai mengeja
kepompong
merangkai sayap
dan terbang
di catatan bumi,
tersalin lengkap di kitab-kitab langit
yang rahasia.
saatnya, kala kuterlalu renta
untuk mendengarkan ceritamu
tapi di sini ceritamu menjadi
tanda tanya
menggelembung di pembuluh
dan ruang jantung..
29 Nopember 2009
kepompong
merangkai sayap
dan terbang
di catatan bumi,
tersalin lengkap di kitab-kitab langit
yang rahasia.
saatnya, kala kuterlalu renta
untuk mendengarkan ceritamu
tapi di sini ceritamu menjadi
tanda tanya
menggelembung di pembuluh
dan ruang jantung..
29 Nopember 2009
Embun, kau datang dengan pelan,
Meluncur di dedaunan tengadah saat fajar,
Ketika pinta dan do’a didengar,
Kau datang jadi sekuntum bunga,
Di dahan dan tangkai senantiasa menjaga,
Dan mengajarimu alif, ba, ta sampai ya
Di taman bernama kehidupan.
20 Desember 2009
Tanah
tanah selalu saja menebar aroma hidup,
sementara langit kelam di cakrawala kepala kami,
tak ada aroma hujan, di gunung-gunung hati,
di musim panas sekalipun,
gersang adalah wajah lain tanah kehidupan kami
adalah realitas kebahagiaan komunal kami
dalam siklus musim
dengan karakter cuaca yang kurang lebih sama
di ruang masa yang berbeda.
Kami sudah begitu lama di tanah ini,
kulit kami tidak seperti ikan laut yang berhasil
membebaskan dari aroma asin
mungkin kami dengan kulit keriput ini
akan gagal menghalau aroma tanah dengan hujan di ruhani kami.
1 Februari 2010
dan seorang laki-laki pun wajib mencintai bunga,
sebab laki-laki dengan mencintai batu tidak menambah kesan kelaki-lakian,
kecuali kesan wajah perempuan bahkan kekanak-kanakan dalam kesannya kemudian.
Maka kenalkanlah anak laki-laki kita pada bunga demi bunga,
namanya, sifatnya, karakternya.. dan ajarkanlah untuk mencintainya
dengan begitu dia akan faham di tanah dan iklim yang mana
sekuntum bunga bisa tumbuh dan berkembang..
30 Agustus 2010
Sajak Pulau
Ada yang tersisa di sepi tikungan jalan Sunggak
Dimana ombak selalu membelai bebunyian pasir
Pandangan pada pulau terapung jauh
Dan daun-daun kelapa basah berayun
Ketika semua menjauh
Aku merasa rindu.
Bila syair dapat diibaratkan,
maka kenanganku pada yang menuliskan.
Bila semua dapat dituliskan,
Maka kerinduanku pada yang menciptakan.
Dimana ombak selalu membelai bebunyian pasir
Pandangan pada pulau terapung jauh
Dan daun-daun kelapa basah berayun
Ketika semua menjauh
Aku merasa rindu.
Bila syair dapat diibaratkan,
maka kenanganku pada yang menuliskan.
Bila semua dapat dituliskan,
Maka kerinduanku pada yang menciptakan.
28 Oktober 2008
Pada kelopak mawar
di pagi hari ketika cahaya matahari menyebar
Basahnya tak juga tumpah
Tergenang
Dengan segala lemah dan tak berdaya
Menatap dengan harap
Pada senyap
Selalu memburu di nauangan manapun
Disini, menunggu
Berbekal setangkai Rindu …
19 Maret 2009
Dalam ketakberdayaan sebagai makhluk yang hidup di bumi dengan segala macam pernak-pernik kebutuhan yang tanah, di sini ku mengeja sebuah pelarian Keadaan yang tidak menentramkan ini belum juga dapat aku merubahnya.
Capaian adalah cermin keinginan mudah-mudahan cahayanya berasal dari goa pembebasan dimana langit dapat terlihat dengan jelas…
Nanti, ketika semua jiwa disucikan…Amiin…
27 Maret 2009
Pada kelopak mawar
di pagi hari ketika cahaya matahari menyebar
Basahnya tak juga tumpah
Tergenang
Dengan segala lemah dan tak berdaya
Menatap dengan harap
Pada senyap
Selalu memburu di nauangan manapun
Disini, menunggu
Berbekal setangkai Rindu …
19 Maret 2009
Dalam ketakberdayaan sebagai makhluk yang hidup di bumi dengan segala macam pernak-pernik kebutuhan yang tanah, di sini ku mengeja sebuah pelarian Keadaan yang tidak menentramkan ini belum juga dapat aku merubahnya.
Capaian adalah cermin keinginan mudah-mudahan cahayanya berasal dari goa pembebasan dimana langit dapat terlihat dengan jelas…
Nanti, ketika semua jiwa disucikan…Amiin…
27 Maret 2009
Di lukaanakku
Anakku..Tanpa sengaja tanganku telah membuat kau terjatuh
hingga keningmu membentur sudut PC yang terkapar
Nampak berlobang, aku beteriak ... memohonkan ampunanNya..
Lobang kecil dan dalam..perlahan mengeluarkan cairan merah..
menetes membasahi kening polosmu...
Kau pun menangis pecah melengking..
menyayat hatiku..dengan irisan penyesalan kecerobohanku..
Kuusap darahnya, kuoleskan obat, kutiup, kubaca mantra asmaNya..
Tangismu mereda..kemudian hilang..
Kau menggeleng ketika kutanya sakitkah..
Tapi keningmu terlanjur terbelah..
sakit mataku melihatnya..
Maafkan ayah nak..
08 November 2012
Kehidupan
Kehidupan
Lambang Kehidupan
Dalam tanda-tanda
Menggali yang tersimpan
Dari tiada menjadi ada
Seperti cahaya
Kita pancarkan ke segala sudut
Menuju yang niscaya
Atau luput
Terlepas dari intisari
Lekat di anggapan tradisi
Jadi sesalan diri
Mengapa tidak lebih bestari
Seperti sabda penyeru
Tingkah laku dapat ditiru
Petuah bahari selalu diburu
Membaca tanda di zaman baharu.
Palembang, 24/07/2013
Poelang
Malam merayap
Di antara Senyap
Tereprangkap lelap
yang kalap
Di langit rembulan terang
dalam kepungan bintang
cahayanya menyebar cemerlang
begitu cerlang
Suara Jangkrik berderik sendiri
Menyanyikan lagu tentang sepi
Suara pungguk menimpali
Irama dan jampi membuai mimpi
Sepasang kaki bersandal karet
Melangkah seperti terseret
Tinggalkan jejak tapak bercoret
Lukis cerita tampak berderet
Jalan berdebu di cahaya lampu
Opera malam berbumbu rayu
Terbang kemana sinar berlabuh
Kala mati pun turutsayu
Pulang ke rumah yang di tuju
Adakah yang menunggu sedang merindu ?
11/6/2013
Aroma Cengkeh
Di bebukitan di pulau-pulau
Pohonmu tersusun rapih tinggi-tinggi
Harum aroma pedas segar rasamu
Di sini kembali kumengenang aromamu cengkeh
Membawa kenangan pada segala
Teman layak sanak saudara
Ketika kita memetik bunga demi bunga
Memuat dalam kadut yang mulai tak terang warnanya
Seperti warna harga bunga rempah-rempah
Yang tak lagi jadi primadona
Hanya mejadi ciri khas negeri kita
Agar tak hilang ciri berbangsa.
Dimana sebab negeri ini terjajah.
(5/6/2013)
Getuk Lindri
Di Negeri gemah ripah loh jinawi
Tongkat dan kayu ditanam tanaman pun jadi
Hasil jualnya habis untuk mencicil
Hutang segunung yang membuat jiwa kerdil
Di Negeri nan kaya raya ini
Hutan, tanah, laut, hasil tambang melimpah
Hutang adalah pendapatan lain pemenuh janji
Dari penguasa untuk untuk para kaum papah
Agar nantinya bisa berdiri di atas kaki sendiri.
Agar nantinya tidak dibodoh-dibodohi
Agar nantinya tidak sakit-sakit lagi
Agar nanti memiliki kualitas hidup lebih tinggi.
“Sebelum harapan ini bisa terpenuhi,
sementara mari kita pinjam dulu ongkosnya lagi”, Koar penguasa kepala negeri
Sementara Mamang di di ujung paling ujung negeri
Menanam, merawat dan memanen dan memetik tanaman sebangsa ubisetiap hari
Sebagian di bikin getuk lindri, sebagian di jual di pasarpagi
Uangnya untuk membeli korek api untuk memasak nasi,
membayar sumbangan untuk anaknya sekolah dan mengaji.
Mungkin tak ada mimpi tentang gemerlap abad ini,
Tapi bukankah Mamang lebih mengerti tentang cara berdiri diatas kaki sendiri ?
Gurindam Perjalanan
Di bebukitan di pulau-pulau
Pohonmu tersusun rapih tinggi-tinggi
Harum aroma pedas segar rasamu
Di sini kembali kumengenang aromamu cengkeh
Membawa kenangan pada segala
Teman layak sanak saudara
Ketika kita memetik bunga demi bunga
Memuat dalam kadut yang mulai tak terang warnanya
Seperti warna harga bunga rempah-rempah
Yang tak lagi jadi primadona
Hanya mejadi ciri khas negeri kita
Agar tak hilang ciri berbangsa.
Dimana sebab negeri ini terjajah.
(5/6/2013)
Getuk Lindri
Di Negeri gemah ripah loh jinawi
Tongkat dan kayu ditanam tanaman pun jadi
Hasil jualnya habis untuk mencicil
Hutang segunung yang membuat jiwa kerdil
Di Negeri nan kaya raya ini
Hutan, tanah, laut, hasil tambang melimpah
Hutang adalah pendapatan lain pemenuh janji
Dari penguasa untuk untuk para kaum papah
Agar nantinya bisa berdiri di atas kaki sendiri.
Agar nantinya tidak dibodoh-dibodohi
Agar nantinya tidak sakit-sakit lagi
Agar nanti memiliki kualitas hidup lebih tinggi.
“Sebelum harapan ini bisa terpenuhi,
sementara mari kita pinjam dulu ongkosnya lagi”, Koar penguasa kepala negeri
Sementara Mamang di di ujung paling ujung negeri
Menanam, merawat dan memanen dan memetik tanaman sebangsa ubisetiap hari
Sebagian di bikin getuk lindri, sebagian di jual di pasarpagi
Uangnya untuk membeli korek api untuk memasak nasi,
membayar sumbangan untuk anaknya sekolah dan mengaji.
Mungkin tak ada mimpi tentang gemerlap abad ini,
Tapi bukankah Mamang lebih mengerti tentang cara berdiri diatas kaki sendiri ?
Gurindam Perjalanan
Bila banyak berjalan – makin banyak pandangan
Bila banyak pengalaman – makin banyak ujian.
Bila nafsu mendapat intan – intan adalah tuan
Bila diri merasa berkuasa – Semua kuasa memenjara raga
Bila cinta ada dalam hayat– cukuplah syarat semangat
Bila cinta hadir dalam ingat – cukuplah modal untuk bertekat
Bila cinta hanya pada Nya - selainNya kuranglah berharga
Tak cukup Islam iman diutamakan – Tak cukup iman padahal belum diujikan
Tak cukup sabar bila ada hulunya – Tak cukup ikhlas bila masih diukur-ukur tulusnya
Moro, 24 Agutus 2007
Gurindam Hikmah
Bila sombong jadi pakaian - alamat petaka yang akan menanggalkan
Bila hayat jadi keramat – cukup berpantang berlaku kualat
Bila yang tua untuk berkhidmat – yang muda untuk dirawat
Bila yang sudah baik tak perlu diaci – yang buruk tak
perlu pula untuk dicaci
Bila bersih tak perlu lagi dicuci – yang kotor pun jangan
pula dilumuri lagi
AYAH KAMI DI DUA RIBU LEBIH PULAU
Kau kayuh sampan di laut menghitam ...
Di kanan pulau hampir tenggelam ...
Di kiri gedung tinggi menjulang...
Di langit asap tebal menggumpal ...
Kaos oblong mulai usang bergambar sang calon ...
Warnanya pudar laik janji yang pernah diucapkan ...
Semakin kusam menjelang pergantian masa jabatan ...
Sampai kau terima kaos yang baru dari calon yang baru pula ...
Kala musim badai menerpa bumi dua ribu lebih pulau ini ...
Kapal kecil digulung ombak, kapal besar dihempas muatan,
Kau nikmati kopi Ahong punya kedai ...
Tunggui badai menjumlah hari ...
Bila musim tak jua berganti ...
Sela anakmu begitu terasa ....
”Sabarlah Yah ,...Selar dan Parang kita sedang menghilang ...
Sampan layar kita lebih baik telungkup daripada terkembang ...
Maka Sabarlah Yah ...
Ada saat musim berpihak pada yang papa ...
Hantarkan bubu berisi nasi ...
Dan akulah anakmu yang nanti akan mencari ...
Maka Sabarlah ...
Tas dan buku yang kauberi ...
Bukan untuk mata pencahari...
Sambil sana sini korupsi ...
Saat kau suruh aku sekolah lagi
agar di bumi tidak dipedayai....
mudah-mudahan di langit akan disayangi ...
MORO, 22 Agustus 2007ADIKKU
adikku,
Apa kabarmu,
Di sungging bibirmu
Rinduku jadi kelu,
Adikku,
Bila datang subuh
Langit mulai menyala
Burung terbang berebut,
Di dada dalam kenangan padamu
Kuselip kebaikanmu dalam do’aku
Adikku,
Apa kabar anak kita,
Sehatkah?
Merepotkan kah dia?
Sabar ... sabarlah adikku ...
Karena nanti saat dia sudah besar
Dialah kebangganmu ...
Moro, 18 November 2007
Di sini
Di sini ku mengenang,
Kumpulan kunang,
Cahaya tulus Yang menyapa dengan kalbu,
Di sini bukan hanya terasa jauh,
Tapi juga kehilangan,
Merindu cahaya
Yang tumbuh di langit
Letung, 30 oktober 2005HIDUP
Di Lautan Hidup,
Luas,
Ombak adalah ujian nelayan
yang mengarung sepenuh tawakkal
Di laut keadaan berubah-ubah,
Tak pasti
Tergantung Cuaca
Gelombang tenang atau membadai
Pun langit selalu berbeda
Rembulan bulat bersinar atau sembunyi
Bintang berserakan atau tertutup kabut
Tapi laut hidup adalah kepastian
Tak peduli, harus mengombak.
Natuna, 29 Oktober 2005
TAK MAU
Di Pematang siang
Mentari redup
Mendung menutupi
Gerimis berjatuhan
Berpijak kaki dari lumpur ke lumpur
Sedang di pundak kerbau,
bangau bertengger tak mau tercebur
Palembang, 22 April 2005