Puisi







Teman Sepuh
Langkah tapak sepuh
limbung di jalan berbatu
Di kening mengucur peluh
Berjalan menuju rumahMu

Di garis wajah
Keriput terlihat jelas
Begitu tabah
Senyum ikhlas

Tak ada sakit hati
Tak ada iri dengki
Tak ada tersinggung
Tak ada dada membusung

Sudah kenyang
Dalam kemiskinan
Sudah tak dikenang
Banyak penderitaan

Tak berhenti kau ayunkan langkah
Menuju rumahNya
Dimana harapan nyata
Bukan di rumah-rumah manusia

Sampai sakit menghentikanmu
Kini engkau terbujur kaku
Dulu langkah-langkahmu tertatih ke masjid yang dituju
Kini kami yang tertatih memikul kerandamu

Saatnya engkau temui penciptaMu
Yang menciptakan segala skenario hidupmu
Semoga engkau ditempatkan disisiNya
Pada tempat yang paling mulia

Selamat jalan teman sepuh kami… 

31 Jauari 2017




Tegar


Air mataku sudah tumpah ruah
Menangis dalam kesedihan medalam
Mungkin tak tersisa lagi
ketika timbunan terakhir menimbun pusaramu Ayah

Kini aku tegar
Tak larut dalam sedih
Sebab demikian karang ditempa laut
Tak pernah ia bergeming
Karena ia karang
Bukan pohon tumbang

Mungkin engkau bisa menatapku
Aku tersenyum Ayah
Bahkan aku sangat bergairah dalam hidupku
Sebab ada banyak petuahmu yang pernah kudengar
Mejadi tanaman subur di kepalaku
Dan aku akan merawatnya satu per satu

Mungkin aku berbeda denganmu Ayah
Aku tak bisa sama denganmu walau betapa inginnya engkau
Tapi aku bukan ayah
Aku anakmu yang memiliki harapan sendiri
Mengarungi kehidupan dengan caraku sendiri

Dengan namamu terpahat di jiwaku Ayah
Bersama do’a-do’a yang kupanjatkan
Setiap saat
Kupintakan rahmatNya selalu meliputi

15/1/2017
 

Pertemuan

Pada apa kita selalu lengah
Cinta murni sebagai anugerah
Sebagai insan yang diberi amanah
hidup di dunia sebagai khalifah

Lihatlah pada alam ini
Bahkan ada pada diri sendiri
Cukup sebagai bukti
Keberadaan Ilahi yang diyakini

Ketika tampak cahayaMu
Menjadi semacam rindu
Saat nanti bertemu
Tempatkan kami dalam cintaMu

Hidup di dunia sekian lama
Belum juga terasa sempurna
Berupa bakti sebagai tanda
Amal ibadah yang berguna

Hanya doa meliputi segala
Semoga diselamatkan di dunia
Diselamatkan juga di akhirat
Dan terjauh dari laknat


24 Sptember 2016




Pakaian



Sebab disebut sebagai insan

Sifat malu masih dikenakkan

Menjadi ciri di tengah manusia
Dengan berpakaian sifat taqwa

Perilaku rendah hati
Berkata tidak tinggi
Yang tinggi tidak dipuji
Yang rendah tidak dicaci

Cukup dengan pemberian
Kebutuhan cuma yang diperlukan
Kelebihan disedekahkan
Kekurangan ridha dikedepankan

Terhadap apa yang di tangan
Penuh selidik dari mana datang
Tidak segala dimakan dan dikenakkan
Jaga diri dari yang syak meragukan

Karena bagi yang memakai
Sadar segala telah ditentukan
Dari Yang Maha Mengetahui
Apa saja yang manusia lakukan

4 September 2016   12:38


D a u n

Daun daun di pohon randu
Di ranting sekian waktu
Jatuh ke bumi satu demi satu
Terlepas turun dahulu mendahulu

Helai helai di dahan lentur
Dihembus angin bergugur
Dipungut dan dikubur
Tak berbatas umur

Kita yang tumbuh di dahan dahan bumi
Tergantung kepada batas umur dan rezeki
Ditiup angin bersiram hujan bercahaya matahari
Adalah daun daun yang sedang menunggu mati

Daur hidup ketika berputar
Tak dapat menghindar
Membuat kita tersadar
Bahwa ada Yang Maha Besar


Palembang, 18 September 2016
11:39



Perjalanan

Datang memenuhi panggilanMu
Walau jauh tetap ditempuh
Tinggalkan rumah juga keluarga
Untuk perjalanan menuju ridhaMu juga

Tempat-tempat penuh berkah
Dimana para nabi pernah ada
Menyebarkan risalah dan dakwah
Gemanya sampai ke seluruh dunia

Ada Ka’bah bangunan bersejarah
Simbol tauhid umat dalam beribadah
Bukan bendanya yang dipuja sebab
melainkan sebagai tempat yang mustajab

Semua orang beriman sudah dipanggil
Namun tidak semua dapat mengambil
Semua tergantung kuasaNya saja
Ya Qowwiyu mampukan kami datang ke sana


Palembang 20 Agustus 2016    1:51


TitipanMu

Suara jangkrik berderik,
Pungguk menyahut rembulan,
Dedaunan  gemerisik,
Kumerebah di peraduan 

Wajahmu tak puas kutatap,
Membuat aku tak bisa terkelap,
Tingkah polamu selalu hinggap
Bermain difikiranku tak senyap


Saat malam yang berlalu kian gelap,
Engkau begitu polos saat terlelap,
Menyimpan hari-hari penuh cerita,
Semnetara mata hatiku terkadang buta,


Ya Rabb,
Kuatkan aku hingga dapat menjaga,
Mengurai teka teki di catatanMu,
Mengenalkan segala yang ada,
Menjadi amal ketika kutelah menghadapMu


Sabtu, 11 Juni 2016     01:06







CintaMu

Kenapa selalu kuabaikan cintaMu ?
Sehingga hatiku menjadi beku
Terperangkap di lingkaran gelap
Di waktu yang berjalan senyap

SeruanMu menelusup dalam kalbu
Sebentuk gerimis didadaku
Kutemukan cintaMu

Engkau ajarkan segalanya sebagai pandu
Menjadi hidup ada yang dituju
Mengusir ragu diantara rayu

Ketika hidup sampai disini
Kuingin cintaMu selalu meliputi
Hingga dapat berjumpa denganMu nanti


Tetap Melangkah

Kutetap menapak,
Pada tapak yang sama,
Walau banyak sudah berbeda,
Waktu begitu cepat bergerak

Kemana sungai dahulu yang jernih,
Ketika lelah dapat kuteguk melepas dahaga,
Bening airnya tinggal cerita,
Kini pesing, sampah dan kemih

Pagi ini aku tetap melangkahkan kaki
Seperti jutaan pagi-pagi yang telah kulewati
Ketika matahari bersinar di pagi hari,
Cahayanya memantul di sela pepohonan tinggi,

Kini,
Sederetan gedung-gedung  menjulang
Jadi pemandangan di zaman ini
Mal, supermarket di kota dagang
Konon untuk kesejahteraan bagi rakyat negeri

Tapi bukan bagi si orang kecil seperti aku
Berniaga dengan cara-cara yang lama
Menanam, merawat dan memanennya
menggendong di pundak menjualnya hingga laku

: Sebentuk pengkhianatan yang tak membuatku cemburu

Hanya matahari setia cahayanya
Hingga aku dapat melangkah di dunia
Menapak tak jemu
Mencari cahayaMu


Jumat, 10 Juni 2016



Ramadhan Pergi



Seperti baru kemarin kita bertemu

Ketika kami sambut kedatanganmu

Memeluk erat layaknya menghormati tamu

Karena sekian lama menahan rindu



Wajah-wajah gembira

Malam-malam jadi ceria

Anak anak dan remaja
Orang tua ke masjid tumpah ruah

Saat hari-hari ganjaran berlipat ganda
Menahan nafsu lapar dan dahaga
Bukan hanya berharap pahala
Tapi juga sebagai insan bertaqwa

Engkaulah tamu yang tak ingkar janji
Walau tahun-tahun selalu berganti
Engkau datang selalu menepati
Tak seperti umur kami yang tak pasti

Umur kami dalam genggamanMu
Besok pun bisa jadi kita tak lagi bertemu
Kalau ada do’a disaat kepergianmu yang harus dipanjatkan
Ya Robb pertemukanlah kami dengan ramadhan di tahun depan

Sebulan kita dapat menahan
Dari segala yang bisa membatalkan
Bahkan dari yang dihalalkan
Lalu bagaiamana dengan sebelas bulan ke depan ?

Bila sudah jadi kebiasaan
Segalanya yang berat menjadi ringan
Yang susah akan dimudahkan
Menahan nafsu dari segala godaan
Dan
Setiap awal akan ada akhir
Setiap pertemuan akan ada perpisahan
Ketika malam-malam berkumandang tahmid takbir
Maka itulah kumandang akhir Ramadhan

Ramadhan pergi
Tapi akan kembali
Semangatnya di dada
Semoga selalu ada

Palembang 4 Juli 2016 



Pantun Nasihat

Inilah kisah dalam Alquran
Ketika manusia banyak berbuat dosa
Segala perintah selalu ditinggalkan
Di dalam kubur akan disiksa


Wahai jiwa pelihara dirimu
Dari siksa kubur berlipat ganda
Tak ada bisa membantu
Kecuali amal sebagai penjaga

Inginkah tahu amalan ?
Terhindar azab kubur yang memberatkan
Yakni amalan yang teramat ringan
Ialah Baca al Mulk dalam Alquran

Sifat orang bertaqwa
Sayyidina Ali pernah berkata
Bagi yang memiliki beberapa sifat-sifat
Dapat disebut orang bertaqwa
Yakni bila ada yang empat

Takut kepada Allah yang pertama
Mengamalkan perintah Allah dalam Alquran dan hadits yang kedua
Ridla dengan pemberian Allah Walau sedikit yang ketiga
Siap sedia hari kematian  yang berikutnya

Kaum Papa

Ukuran dunia adalah harta
Berupa rumah, uang dan kendaraan yang ada
Ketika tidak punya apa-apa
Itulah disebut sebagai kaum papa

Hidup dipinggir
Selalu tersingkir
Senantiasa diabaikan
Tidak diperhitungkan

Wajahnya mudah diterka
Jarang ada disapu lipstik
Pakainnya selalu antik
Polos dan Bersahaja

Tapi,
Miskin bukan ketika kurang harta
Kesana-kesini meminta-minta
Memelas mohon belas kasih
Mengaku sebagai orang tersisih

Miskin adalah ketika tak punya harta
Berpantang meminta sedekah
Tangannya tidak tengadah
Miskin baginya rahasia

Rahasia miskin jadi misteri
Bahkan menjadi pilihan Nabi
ketika hidup maupun wafat
Karena harta bisa jadi sumber mudlarat

Tapi bagi yang berlebih harta
Hatinya peka kepada yang papa
Memberi bukan karena diminta
Keluarkan harta tuk mencintai-Nya
19 Juni 2016     12:59
 

Ingin Kucium Telapak Kakimu

Syurga di bawah telapak kakimu
Walau seribu daftar kebaikan
Tak dapat mengalahkan peranmu
Dari kandungan hingga ke kuburan

Tak ada satu kebaikan yang ada di bukuku
Tanpa didahului kebaikan ibu
Tak ada perbuatan baik bersamaku
Kecuali engkaulah  yang telah lakukan terlebih dahulu

Tak ada aku sebelum engkau dahulu yang ada
Hingga diriku tidak lebih baik bahkan dari telapak kakimu
Lalu kebaikan mana yang dapat menandinginya ?
Tak ada, bahkan tak sebanding dengan anggota tubuh terendahmu

Lalu perbuatan baik apakah yang dapat dikerjakan ?
Untuk dapat memuliakan seorang ibu
Yang dapat membayar kebaikan yang telah kau lakukan
Bahkan akan kulakkuan bila harus mencium telapak kakimu
  5 Juli 2016   12:33

 Umak

Walau kadang jauh engkau begitu dekat
Waktu-waktu bersama menjadi pengikat
Dari rahimmu ku terlahir
Namamu dalam hati kuukir

Bersamamu cerita ditulis
Di hari-hari antara tawa dan tangis
Kau jaga dalam kasih
Sayangmu tiada pamrih

Tak dapat kumembalas dengan harta walau seisi dunia
Hanya do’a dan hormatku menjadi bukti bakti semata

Seperti karang kau teramat tegar
Melangkah, berbuat dengan sabar
Untuk anakmu kau tak pernah menyerah
Apa saja kau lakukan agar anakmu bahagia

Tak dapat aku lupakan, namamu kuukir di hati : Umak


13 Juni 2016   12.18 WIB
 
Ceritamu
ketika kau mulai mengeja
kepompong
merangkai sayap
dan terbang
di catatan bumi,
tersalin lengkap di kitab-kitab langit
yang rahasia.
saatnya, kala kuterlalu renta
untuk mendengarkan ceritamu
tapi di sini ceritamu menjadi
tanda tanya
menggelembung di pembuluh
dan ruang jantung.. 

29 Nopember 2009
Embun
Embun, kau datang dengan pelan,
Meluncur di dedaunan tengadah saat fajar,
Ketika pinta dan do’a didengar,
Kau datang jadi sekuntum bunga,
Di dahan dan tangkai senantiasa menjaga,
Dan mengajarimu alif, ba, ta sampai ya
Di taman bernama kehidupan.
20 Desember 2009

Tanah
tanah selalu saja menebar aroma hidup,
sementara langit kelam di cakrawala kepala kami,
tak ada aroma hujan, di gunung-gunung hati,
di musim panas sekalipun,
gersang adalah wajah lain tanah kehidupan kami
adalah realitas kebahagiaan komunal kami
dalam siklus musim
dengan karakter cuaca yang kurang lebih sama
di ruang masa yang berbeda.
Kami sudah begitu lama di tanah ini,
kulit kami tidak seperti ikan laut yang berhasil
membebaskan dari aroma asin
mungkin kami dengan kulit keriput ini
akan gagal menghalau aroma tanah dengan hujan di ruhani kami.

1 Februari 2010


dan seorang laki-laki pun wajib mencintai bunga,
sebab laki-laki dengan mencintai batu tidak menambah kesan kelaki-lakian,
kecuali kesan wajah perempuan bahkan kekanak-kanakan dalam kesannya kemudian.
Maka kenalkanlah anak laki-laki kita pada bunga demi bunga,
namanya, sifatnya, karakternya.. dan ajarkanlah untuk mencintainya
dengan begitu dia akan faham di tanah dan iklim yang mana
sekuntum bunga bisa tumbuh dan berkembang..
30 Agustus 2010

Sajak Pulau
Ada yang tersisa di sepi tikungan jalan Sunggak
Dimana ombak selalu membelai bebunyian pasir
Pandangan pada pulau terapung jauh
Dan daun-daun kelapa basah berayun
Ketika semua menjauh
Aku merasa rindu.
Bila syair dapat diibaratkan,
maka kenanganku pada yang menuliskan.
Bila semua dapat dituliskan,
Maka kerinduanku pada yang menciptakan.
28 Oktober 2008

Pada kelopak mawar
di pagi hari ketika cahaya matahari menyebar
Basahnya tak juga tumpah
Tergenang
Dengan segala lemah dan tak berdaya
Menatap dengan harap
Pada senyap
Selalu memburu di nauangan manapun
Disini, menunggu
Berbekal setangkai Rindu …
19 Maret 2009

Dalam ketakberdayaan sebagai makhluk yang hidup di bumi dengan segala macam pernak-pernik kebutuhan yang tanah, di sini ku mengeja sebuah pelarian Keadaan yang tidak menentramkan ini belum juga dapat aku merubahnya.
Capaian adalah cermin keinginan mudah-mudahan cahayanya berasal dari goa pembebasan dimana langit dapat terlihat dengan jelas…
Nanti, ketika semua jiwa disucikan…Amiin…
27 Maret 2009 

Di lukaanakku

Anakku..
Tanpa sengaja tanganku telah membuat kau terjatuh
hingga keningmu membentur sudut PC yang terkapar
Nampak berlobang, aku beteriak ... memohonkan ampunanNya..
Lobang kecil dan dalam..perlahan mengeluarkan cairan merah..
menetes membasahi kening polosmu...
Kau pun menangis pecah melengking..
menyayat hatiku..dengan irisan penyesalan kecerobohanku..
Kuusap darahnya, kuoleskan obat, kutiup, kubaca mantra asmaNya..
Tangismu mereda..kemudian hilang..
Kau menggeleng ketika kutanya sakitkah..
Tapi keningmu terlanjur terbelah..
sakit mataku melihatnya..
Maafkan ayah nak..
08 November 2012

Kehidupan

Lambang Kehidupan
Dalam tanda-tanda
Menggali  yang tersimpan
Dari tiada menjadi ada

Seperti cahaya
Kita pancarkan ke segala sudut
Menuju yang niscaya
Atau  luput

Terlepas dari intisari
Lekat di anggapan tradisi
Jadi sesalan diri
Mengapa tidak lebih bestari

Seperti  sabda penyeru
Tingkah laku dapat ditiru
Petuah  bahari selalu diburu
Membaca tanda di zaman baharu.

Palembang, 24/07/2013

Poelang

Malam merayap
Di antara Senyap
Tereprangkap lelap
yang kalap

Di langit rembulan terang
dalam kepungan bintang
cahayanya menyebar cemerlang
begitu cerlang

Suara Jangkrik berderik sendiri
Menyanyikan  lagu tentang sepi
Suara pungguk menimpali
Irama dan jampi membuai mimpi

Sepasang kaki bersandal karet
Melangkah seperti terseret
Tinggalkan jejak tapak bercoret
Lukis cerita tampak berderet

Jalan berdebu di cahaya lampu
Opera malam berbumbu rayu
Terbang kemana sinar berlabuh
Kala mati pun turutsayu

Pulang ke rumah yang di tuju
Adakah yang menunggu sedang merindu ?

11/6/2013
Aroma Cengkeh


Di bebukitan di pulau-pulau
Pohonmu tersusun rapih tinggi-tinggi
Harum aroma pedas segar rasamu
Di sini kembali kumengenang aromamu cengkeh

Membawa kenangan pada segala
Teman layak sanak saudara
Ketika kita memetik bunga demi bunga
Memuat dalam kadut yang mulai tak terang warnanya

Seperti warna harga bunga rempah-rempah
Yang tak lagi jadi primadona
Hanya mejadi ciri khas negeri kita
Agar tak hilang ciri berbangsa.

Dimana sebab negeri ini terjajah.

(5/6/2013)

Getuk Lindri


Di Negeri gemah ripah loh jinawi
Tongkat dan kayu ditanam tanaman pun jadi
Hasil jualnya habis untuk mencicil
Hutang segunung yang membuat jiwa kerdil

Di Negeri nan kaya raya ini
Hutan, tanah, laut, hasil tambang melimpah
Hutang adalah pendapatan lain pemenuh janji
Dari penguasa untuk untuk para kaum papah

Agar nantinya bisa berdiri di atas kaki sendiri.
Agar nantinya tidak dibodoh-dibodohi
Agar nantinya tidak sakit-sakit lagi
Agar nanti memiliki kualitas hidup lebih tinggi.

“Sebelum harapan ini bisa terpenuhi,
sementara mari kita pinjam dulu ongkosnya lagi”, Koar penguasa kepala negeri

Sementara Mamang di di ujung paling ujung negeri
Menanam, merawat dan memanen dan memetik tanaman sebangsa ubisetiap hari
Sebagian di bikin getuk lindri, sebagian di jual di pasarpagi
Uangnya untuk membeli korek api untuk memasak nasi,
membayar sumbangan untuk anaknya sekolah dan mengaji.

Mungkin tak ada mimpi tentang gemerlap abad ini,
Tapi bukankah Mamang lebih mengerti tentang cara berdiri diatas kaki sendiri ?

Gurindam Perjalanan
Bila banyak berjalan – makin banyak pandangan
Bila banyak pengalaman – makin banyak ujian.
Bila nafsu mendapat intan – intan adalah tuan
Bila diri merasa berkuasa – Semua kuasa memenjara raga
Bila cinta ada dalam hayat– cukuplah syarat semangat
Bila cinta hadir dalam ingat – cukuplah modal untuk bertekat

Bila cinta hanya pada Nya - selainNya kuranglah berharga
Tak cukup Islam iman diutamakan – Tak cukup iman padahal belum diujikan
Tak cukup sabar bila ada hulunya  – Tak cukup ikhlas bila masih diukur-ukur tulusnya


Moro, 24 Agutus 2007

Gurindam Hikmah
Bila sombong jadi pakaian - alamat petaka yang akan menanggalkan 
Bila hayat jadi keramat – cukup berpantang berlaku kualat
Bila yang tua untuk berkhidmat – yang muda untuk dirawat
Bila yang sudah baik tak perlu diaci – yang buruk tak perlu pula untuk dicaci
Bila bersih tak perlu lagi dicuci – yang kotor pun jangan pula dilumuri lagi


AYAH KAMI DI DUA RIBU LEBIH PULAU



Kau kayuh sampan di laut menghitam ...
Di kanan pulau hampir tenggelam ...
Di kiri gedung tinggi menjulang...
Di langit asap tebal menggumpal ...

Kaos oblong mulai usang bergambar sang calon ...
Warnanya pudar laik janji yang pernah diucapkan ...
Semakin kusam menjelang pergantian masa jabatan ...
Sampai  kau terima kaos yang baru dari calon yang baru pula ...

Kala musim badai menerpa bumi dua ribu lebih pulau ini ...
Kapal kecil digulung ombak, kapal besar dihempas muatan,
Kau nikmati kopi Ahong punya kedai ...
Tunggui badai menjumlah hari ...

Bila musim tak jua berganti ...
Sela anakmu begitu terasa ....
”Sabarlah Yah ,...Selar dan Parang kita sedang menghilang ...
Sampan layar kita lebih baik telungkup daripada terkembang ...
Maka Sabarlah Yah ...
Ada saat musim berpihak pada yang papa ...
Hantarkan bubu berisi nasi ...
Dan akulah anakmu yang nanti akan mencari ...

Maka Sabarlah ...
Tas dan buku yang kauberi ...
Bukan untuk mata pencahari...
Sambil sana sini korupsi ...
Saat kau suruh aku sekolah lagi
agar di bumi tidak dipedayai....
mudah-mudahan di langit akan disayangi ...
MORO, 22 Agustus 2007





ADIKKU

adikku,
Apa kabarmu,
Di sungging bibirmu
Rinduku jadi kelu,

Adikku,
Bila datang subuh
Langit mulai menyala
Burung terbang berebut,
Di dada dalam kenangan padamu
Kuselip kebaikanmu dalam do’aku

Adikku,
Apa kabar anak kita,
Sehatkah?
Merepotkan kah dia?
Sabar ... sabarlah adikku ...
Karena nanti saat dia sudah besar
Dialah kebangganmu ...

Moro, 18 November 2007

Di sini
 
Di sini ku mengenang,
Kumpulan kunang,
Cahaya tulus Yang menyapa dengan kalbu,
Di sini bukan hanya terasa jauh,
Tapi juga kehilangan,
Merindu cahaya
Yang tumbuh di langit
Letung, 30 oktober 2005

HIDUP
Di Lautan Hidup,
Luas,
Ombak adalah ujian nelayan
yang mengarung sepenuh tawakkal
Di laut keadaan berubah-ubah,
Tak pasti
Tergantung Cuaca
Gelombang tenang atau membadai
Pun langit selalu berbeda
Rembulan bulat bersinar atau sembunyi
Bintang berserakan atau tertutup kabut
Tapi laut hidup adalah kepastian
Tak peduli, harus mengombak.

Natuna, 29 Oktober 2005


TAK MAU
Di Pematang siang
Mentari redup
Mendung menutupi
Gerimis berjatuhan
Berpijak kaki dari lumpur ke lumpur
Sedang di pundak kerbau,
bangau bertengger tak mau tercebur
Palembang, 22 April 2005