Thursday, March 3, 2011

Tentu saja Tuhan Lebih LAyak Kita Cintai daripada Sebatang Rokok


Perokok itulah gelar yang disandang dulu. Mengenal rokok sejak kecil, dari main-main. Melihat gede (kakek) menghisap rokok pucuk (daun nipah). Kelihatannya asyik keluar asapnya ngebul dari mulut dan hidung. Bukan hanya gede, yang dilihat tapi juga bak (bapak), mamang, bahkan ada bibik-bibik yang merokok. Jadi kenyataan ini (merokok) sudah diterima sebagai sebuah aktifitas yang baik-baik saja, buktinya gede yang umurnya sudah banyak pun merokok. Herannya ketika kita coba memegang saja, sudah dibentak. “Heh.. anak kecil jangan pegang-pegang..” Oh jadi anak kecil tidak boleh pegang, kalau sudah besar boleh dong. Kalau tidak bisa dilihat mulai dengan sembunyi-sembunyi ambil rokok pucuk gede plus temakonyo (tembakaunya). Di sulut isap..puss..terbatuk-batuk..rasanya aneh, tidak enak sama sekali, tapi lucu juga ada asapnya…  Demikianlah pengenalan terhadap rokok sudah diperkenalkan sejak usia dini bahkan ketika jabang bayi masih dalam kandungan emaknya ada juga yang telah memperkenalkannya.
Hingga ketika kuliah merokok adalah aktifitas yang wajib. Bukan persoalan uang ada berapa di kantong. Yang penting bagaimana agar selalu bisa ngebul. Ibarat kereta api, tidak akan jalan kalau tidak asapnya. Saking wajibnya, rela nggak sarapan, yang penting bisa merokok.
Lalu kenapa sekarang bisa berhenti ?
Keberhasilan untuk berhenti merokok sebenarnya hasil dari akumulasi penyadaran demi penyadaran setiap saat dan kesempatan. Tidak serta merta berhenti begitu saja. Ada proses yang dilewati.
Awalnya memang ada niat untuk berhenti karena memang merokok ini memang tidak ada manfaatnya sama sekali. Kemudian mengagumi teman yang bisa berhenti merokok. “Kok bisa ?” Padahal dulu berbungukus-bungkus. Jadi ada model, idola tersendiri. Ada keinginan untuk mencontoh. Kemudian ada ungkapan kita akan mati dengan apa yang kita cintai. Lagi asyik merokok ada suara adzan. Adzan panggilan dari Tuhan untuk menyembah bukti kesyukuran dan kecintaan kepadaNya. “Tanggung masih panjang..” Sambil menyedot adzan berkumandang, sepertinya aku lebih cinta kepada rokok daripada Tuhan".  Dapat terlihat jelas kejelekan ini. Seperti dihadapkan kepada pilihan, memilih Tuhan atau setengah batang rokok. Tentu saja Tuhan tak sebanding hanya dengan setengah batang rokok. Tapi ingatan untuk tidak merokok tidaklah permanen. Setiap selesai makan tidak lengkap kalau tidak merokok. Lagi bengong sendiri, rokok adalah kawan setia. Lagi kumpul-kumpul dengan kawan perokok, kita seperti terkucil dan diledek kalau tidak merokok. Memang godaan untuk merokok teramat banyak. Tapi dicoba untuk konsisten kepada keinginan. Ketika ingat niat, tidak berpanjang-panjang mikir langsung dibuang. Buanglah apa yang dicintai sebelum yang dicintai membuang kita. Kalau kita tidak membuang rokok, kita akan dibuang oleh rokok, suatu saat. Merokok lagi, buang lagi. Itulah rumusnya. Kemudian ketika ada yang ingin berterimakasih kepada kita karena telah menolongnya dalam bentuk rokok satu bungkus. “Wah rezeki betul ini.” Tapi mencoba konsisten. Daripada mubazir lebi baik dijual saja, lumayan untuk sebungkus nasi. Tapi bolak-balik bukan kita yang merokok malah teman kita yang kita suruh merokok. Ini agak bertentangan dengan semangat berhenti merokok. Al hasil dibuanglah rokok itu. Biar agak dramatis, dibuka bungkusnya dibuang satu demi satu ke dalam selokan sampai dua belas batang. Jadi kerasa nikmatnya mencampakkan sesuatu yang tidak patut kita cintai.
Kemudian hingga tiba di akhir upaya untuk betul-betul berhenti merokok. Merek rokok kan macam-macam dari yang merakyat seperti jambu bol, yang berat kayak Djisamsu, yang ringan seperti marlboro sampai yang elit seperti cigarillos. Nah macam-macam rokok ini sebelum betul-betul berhenti kayaknya bagus untuk semua dicoba. Muncullah ide untuk mencoba semua jenis rokok. Jadi hari ini misalnya rokok GP, besok ganti rokok  Surya. Dengan catatan setelah pindah ke rokok lain, Surya, maka jangan sekali-kali merokok GP selamanya. Walaupun dikasih. Kalau Dikasih ya diambil tapi dibuang. Selesai Surya ganti GG merah. Perlakuan yang sama dengan seperti yang pertama. Terus ganti terus, dicoba semua, jarum kuning, panamas, jambu bol, dll terakhir Kansas. Setelah dirasa cukup. Semua rokok dicicip. Jadi  tak ada lagi kesempatan untuk merokok karena semua ‘diharamkan’. Hingga akhirnya betul-betul tidak cinta sama tuh yang namanya merokok. Hingga saat ini, sepuluh tahun lebih. Mudah-mudahan sampai mati.
Jadi pengalaman berhenti merokok lebih kepada pengalaman pribadi, yang boleh jadi tidak bisa diterapkan begitu saja kepada pribadi yang lain. Tapi satu yang sama bahwa niat yang konsisten mungkin yang akan sama. Masalah pengalaman, implementasi niat ini sampai berhasil akan bergantung kepada latar pribadi masing-masing. Ditunggu deh pengalaman dan sharingnnya.(*)

No comments: