Thursday, October 29, 2009

Asal Usul Desa-desa di Kecamatan Ulu Rawas




Napallicin
Dulu ada sekelompok orang yang menempati suatu daerah. Mereka ini hidup sebagai petani berkebun dan berburu. Kehidupan mereka tidak menetap dan selalu berpindah-pindah.
Sekian lama berpindah-pindah mereka mulai bosan juga. Maka disepakatilah untuk membuat dusun sendiri. Di suatu tempat yang dirasa cocok, mereka mulai menebangi rimba.
Sebulan setelah penebangan itu mereka bermaksud akan membakar kayu-kayu yang sudah kering itu. Sesampainya di lokasi kayu-kayu yang bergelimpangan yang mereka tebang sebulan yang lalu sudah tidak ditempatnya lagi alias sudah lenyap laksana terbawa banjir besar, padahal jelas-jelas tak ada banjir. Namun begitu mereka merasa gembira karena tidak perlu susah-susah lagi untuk membakarnya.
Kemudian mulai dibangun rumah-rumah dan mereka mulai menetap di sana. Kampung itu mereka beri nama “Kapar” Licin. Karena saat mau dibakar kayu-kayu itu lenyap. Kapar artinya kayu-kayu yang sudah ditebang sedangkan Licin artinya bersih.
Semakin lama kampung itu mengalami kemajuan. Oleh generasi selanjutnya kemudian nama Kapar Licin dirasa kurang keren maka digantilah dengan nama Napal Licin, sampai sekarang.

Pulau Kidak
1. Durian Condong
Rakyat desa Rantau Kandis menyebar ke desa Durian Condong, kemudian menetap membentuk kelompok suku. Kemudian balik lagi ke rantau Kandis sebagian lagi merantau ke daerah Jambi.
2. Rantau Kandis
Ayam Unggas yang jantan bernama berugo, dimana ayam berugo itu mencakar atau mengais di situlah dia menetap atau berdomisili sehingga mebentuk suatu kelompok atau dusun, ayam tersebut sangat sakti kepunyaan Raden Kuning bertempat tinggal di Muara Rawas. Putri Bunga Padi orang sakti berilmu tinggi tinggal di dusun Rantau Kandis.
3. Mura Kutu
Kelompok masyarakat Rantau Kandis, menyebar lagi ke Muara Kutu kemudian berkumpul kembli ke Desa Asal yaitu Rantau Kandis. Terbgi tiga kelompok, Salah satu kelompok kepala sukunya bernama Rio Rojak. Dikarenakan kelompok pertama dan kelompok dua tidak memupunyai kepala suku maka diangkatlah kelompok suku tiga dengan musyawarah dan mufakat untuk menjadi kepala suku. Atas ide bersama-sama antara suku dan masyarakat maka terbentuklah nama baru Desa Pulau Kidak.
Pulau Kidak artinya Tidak mau dijajah. Pulau adalah desa,

Kuto Tanjung

Tersebutlah ada sebuah anak sungai yang bernama Sungai Bilik sebagai tempat persinggahan orang. Namun lama-kelamaan mulai ditinggalkan orang dan pindah ke Ranntau Usang. Hingga sekarang bekas dan lokasi Sungai Bilik tersebut masih tampak jelas, seperti parit/tembok ketinggian + 2 meter dengan panjang 300 meter keliling.
Di Rantau Usang ini, konon ada sebuah cerita, ada seorang remaja yang merantau. Lama merantau kemudian pulang ke kampung halaman dan bermaksud meminang seorang gadis yang ditkasirnya. Singkat cerita menikahlah pasangan berlainan jenis ini. Sekian lama hidup serumah seatap. Mereka muai curiga, ternyata mereka bersaudara sekandung. Lama berpisah menyebabkan mereka pangling satu sama lain. Merasa malu, mereka sepakat untuk bunuh diri, terjun ke Lubuk. Dipercayai karena cerita inilah kemudian kemudian muncul nama Kuto Tanjung. Kuto artinya Pagar, Tanjung artinya daratan yang anjlok.


Sosokan
Pada masa bangsa Indonesia dijajah oleh Jepang dan Hindia Belanda ada beberapa orang penduduk desa Muara Kulam datang ke suatu tempat yaitu tepatnya di wilayah desa sosokan sekarang. Pada mulanya mereka membuka lahan objek pertanian seperti sawah, ladang, kebun dan lain sebagainya.
Tak terasa wktu terus berlalu hingga akhirnya jumlah mereka makin bertambah banyak dan menetap seperti satu kelompok, kemudian jadilah sebuah perkampungan atau dusun yang dipimpin oleh seorang Penggawa bernama Penggawa Saleh yang ditunjuk oleh Pasirah.
Pasirah adalah merupakan jabatan pimpinan marga Ulu Rawas pada masa sebelum tahun 1980. Adapun kekuasaan wilayah marga Ulu Rawas tersebut meliputi beberapa desa yaitu mulai dari desa Pulau Lebar sampai ke Desa Kuto Tanjung.
Ketika dinobatkan Penggawa Saleh, maka dusun tersebut diberi nama dusun “Suka Merindu” dan kemudian pada tahun 1970 dusun Suka Merindu berubah status menjadi desa dan dinamakan desa Sesokan. Yang dipimpin oleh seorang kerio bernama Anangcik B hingga tahun 1980.
Pada tahun 1981 jabatan Kerio diganti dengan sebutan Kepala Desa, dan Kerio Anangcik langsung jadi Kepala Desa sampai tahun 1982. Selama kepemimpinan beliau desa Sesokan mulai berkembang dan maju secara bertahap-tahap.
Selanjutnya pada tahun 1983 dilkukan untuk pertama kali Pemilihan Kepala Desa (Pilkades). Yang terpilih adalah Syamsuddin D. Nama desa Sesokan diganti lagi menjadi Desa Sosokan sebagaimana kita kenal sekarang.
Masa bakti beliau mulai tahun 1983 – 1994, dengan kemajuan yang dicapai cukup memuaskan bagi masyarakat desa Sosokan.
Selanjutnya pada tahun 1995 jabatan kades dipangku oleh Sofian M. Nur hingga tahun 2005. Kemajuan yang dicapai juga sangat kongkrit dan berkesan.
Kemudian tahun 2006-2007 pimpinan desa dijabat oleh Kades A. Rozak beliau hanya memangku sebagai pejabat sementara (Pjs) saja, beliau juga banyak membuat kemajun.
Tahun 2008 terpilih lagi pimpinan desa Sosokan yang ke enam yaitu Kades M. Nuh Saleh dengan masa bakti tahun 2008-2012 mendatang.

Muara Kuis dan Muara Kulam
Pada waktu zaman pemerintahan Sunan Kerajaan Palembang Darussalam. Pada waktu itu, diperintah oleh Sunan yaitu Sultan Mahmud Badaruddin I. SMB I memerintahkan setiap menteri-menterinya untuk pergi ke desa-desa untuk memberinya nama. Di antaranya ada seorang menteri yang dikirim ke daerah Rejang Rawas, namanya PAti Anom. Pati Anom ini diperintah oleh Sunan masuk ke setiap dusun. Jadi, sebelum ia sendiri berangkat, terlebih dahulu menyuruh para hulubalagnya.
Pertama kali, inilah yang diperintahnya, yaiu seorang Hulubalang tua yang namanya Muning Depati Suangai Muaro. Nama aslinya Kelemadar. Dia berasal dari kerajaan MAtaram. Pertama-tama ia masuk melalui batang air Sungai Musi, Mudik sampai Muara Rawas. Selanjutnya, dia menyimpang ke kanan dan bertemu batang air yang belum ada namanya. Batang air itu, diberinya nama Sungai Serut. (Bahasa Rejangnya : A’ei Se’ut) Sesampainya di Sungai Serut itu, Depati Sungai Muaro memotong batang kayu di mura Sungai Serut. BAtang kayu itu dia potong dengan pedangnya yang bernama pedang Pabes (ajaib). Pedangnya itu sudah terkenal di Palembang, jadi disebut juga pedang Pabes.
Batang kayu itu tadi daunnya bias dimakan, bias direbus dan airnya bisa diminum. Oleh karenanya ada kaitan dengan Pedang Pabes, maka sungai tersebut dinamakan Air Abes atau Sungai Rawas.
Kemudian Pati Anom mudik, menyusul, terua sampai di dusun Muara Kulam ini. Pertama-tama sebelum sampai di dusun muara kulam, dia singgh di dusun Kuis PAti Anom membawa ayam putih. Artinya kalau ayam berkokok, disanalah tempt yang baik untuk mendirikan dusun. Apabila berkokok dengan menggaris, artinya, disanalah dia bakal membuat dusun dan disana pula dia bakal mati.
Selanjutnya Pati Anom sampai di dusun kecil yang belum ada namanya. Di sana terdapat bekas anak Sungai. Di TAnjung anak sungai itu, diberinya nama BAtang Kuis. Ayam dilepaskannya di sana dan langsung berkokok sembari menceker tanah. Di sanalah dia membuat dusun dan disanalah dia akan mati.
Nah inilah asal usul dusun Kuis sesudah ini lebih kurang dusun Kuis sudah jadi singkatnya, Pati Anom terus mudik ke setiap dusun yang lebih dahulu dikunjungi hulubalangnya untuk memberi nama.
Sampai di dusun Muara Kulam Pati Anom bertemu dengan seorang. Pati Anom bertanya kepada orang tersebut,
“Dari mana kamu ?”
Kata orang itu,
“Mencari Ulam”
“Apa yang kamu bawa?”
“Ulam”
Ulam artinya Lalap. Nama Muara Kulam, Sungai Kulam, sebab disanalah dia bertemu dengan orang yang sedang membawa daun Kayu untuk ulam atau lalap. Inilah asal usul desa Muara Kulam.

No comments: