Wednesday, March 21, 2012

Cerpen : TULAH



Orang-orang berkerumun. Gedeh Mat menggerutu. Kakek berumur hampir enam puluh lima tahun ini memaki-maki Nurdas yang telah mencuri ikan-ikan hasil tangkapannya. Awalnya ia hanya bercerita kepada Cit, kemenakannya yang ditemuinya di pinggir sungai, sehingga tak banyak yang tahu. Tapi kemudian
banyak orang yang tertarik dengan perbincangan serius Gedeh Mat yang dikenal dalam kesehariannya tak banyak ulah itu. Satu dua warga berkumpul mencari tahu ada apa, akhirnya jadilah kerumunan mengelilingi Gedeh Mat.
”Ini betul-betul perbuatan orang kurang waras…,” ujar Minah, seorang ibu rumah tangga yang tengah memandikan anaknya di sungai.
”Betul. Orang setua Gedeh Mat seharusnya dikasihani, bukan dizolimi seperti itu...,” timpal ibu yang lainnya.
Maksudnya mau membeli barangkali?” Bela ibu yang lainnya.
”Kalau beli pakai duit... Atau kalau memang mau minta, kan bisa ngomong.” Tegas ibu pertama.
Semua diam menatap iba kepada Gedeh Mat yang masih merepet-repet pelan.
***
Sore itu, seperti biasa, Gedeh Mat mencari ikan. Biasanya sehari sebelumnya dia pasang bubu, lalu satu hari --> dia periksa. Apakah ada ikan yang terperangkap atau tidak. Kebetulan sore ini hasilnya lumayan. Ikan-ikan hasil tangkapannya hampir tiga kilo dikumpulkan di dalam wadah ikan berbentuk jaring, disangkutkannya di pohon, sementara dia mandi. Selagi dia mandi itulah Nurdas beraksi mengambil ikan-ikannya yang tanpa disadarinya ternyata diperhatikan oleh Benu, anak usia empat tahun yang juga sedang mandi di sungai itu bersama ibunya.
*** 
Kau seharusnya berhenti mencari ikan, Mat. Beli saja, kan banyak yang jual.. Minta duitnya sama Pian, Anshor atau Kut anak-anakmu itu,” Saran Mat Impit, sejawat Gedeh Mat kepadanya.
”Saya mencari ikan bukan untuk makan saja, Pit. Badanku ini sakit-sakit kalau tidak mencari ikan. Di samping itu saya bukan tipe orangtua yang mau begitu saja mengemis kepada anak-anaknya. Biar begini badan saya masih kuat, kalau hanya untuk pekerjaan seperti ini...,” bela Gedeh Mat.
Mat Impit tak bisa menyalahkan. Mencari ikan adalah kebiasaannya sejak dahulu. Segala cara ditempuhnya mulai dari menjaring, mancing, pasang bubu sampai menikam untuk memburu ikan-ikan.
Sekarang pun Gedeh Mat puas dengan hasil keahliannya mencari ikan, walaupun tidak sebanyak waktu muda dahulu. Bila ada yang mau membeli ikan tangkapannya, Gedeh Mat tak jarang menjualnya. Kalau tidak, bisa untuk dimakan atau oleh istrinya diolah lagi untuk membuat kerupuk untuk dijual.
”Terserah berapa mau kasih,” Jawabnya bila ditanya berapa harga ikannya. Bahkan tak jarang ia memberikan sebagian ikan tangkapannya kepada tetangganya yang tak bisa membayar.
Selain mencari ikan, ada satu lagi kegiatan Gedeh Mat yang tak kalah pentingnya, yaitu tukang urut, khususnya bagi yang terkilir dan patah tulang. Hampir seluruh warga di desa Gedeh Mat, bila terkilir atau patah tulang jarang langsung ke Puskesmas. Pasti ke rumah Gedeh Mat. Hasilnya sudah bisa ditebak, pasti memuaskan. Dari keahliannya yang satu ini pun Gedeh Mat memperoleh penghasilan yang cukup lumayan. Karena tak ada tarif khusus yang ditetapkan, tapi rata-rata pasiennya selalu memberi uang lebih sebagai tanda terima kasih. Tapi ada juga yang tidak bisa memberi apa-apa selain ucapan terima kasih malu-malu. Ini pun tidak membuat Gedeh Mat dongkol dan menyumpahi agar patah tulang pasiennya semakin parah, misalnya. Dan saking terkenalnya, pasiennya bukan hanya berasal dari dalam desa tapi juga dari luar.
”Bagi saya tukang urut ini bukan hanya sebagai sumber mata pencaharian, Lebih dari itu, ini sebuah pengabdian saya kepada orang banyak. Mudah-mudahan kalau ada yang merasa tertolong, ini akan menjadi amal saya di akhirat kelak.” Demikian Gedeh Mat selalu menjawab kalau ada anak-anak atau cucu-cucunya yang mempersoalkan kemurahhatiannya.
Perihal kemahirannya di bidang urut mengurut, Gedeh Mat menuturkannya sebagai hasil dari keahlian yang didapat secara turun temurun.
”Saya dapat dari ayah, ayah dari kakek, kakek dari buyut dan seterusnya,” Jelasnya.
”Saat mengurut, sepertinya bukan tangan saya yang mencari tulang-tulang yang terkilir atau patah, tapi tulang-tulang itulah yang mencari tangan saya. Seperti ada magnet-nya. Jadi saya tahu persis mana titik-titik yang menjadi permasalahan di tulang tersebut. Mungkin saking sudah akrabnya tangan saya ini dengan tulang-tulang ...,” ujarnya menduga-duga.
”Tapi yang jelas, semua ini karena kuasa-Nya semata.” Tambah Gedeh Mat.
***


Palembang, 6 Februari 2012

No comments: